Netizen Watch – Di tengah derasnya arus digitalisasi, terkait perundungan siber masih menjadi perhatian. Salah satu penyebab terjadinya hal tersebut, yaitu kurangnya kesadaran diri akan pentingnya literasi digital dalam menggunakan media sosial.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Microsoft pada periode April-Mei 2020 menunjukkan, tindakan cyberbullying yang paling sering terjadi di Indonesia adalah penyebaran hoaks dan penipuan sebanyak 47 persen, ujaran kebencian 27 persen, dan diskriminasi 13 persen.
Riset yang dilakukan di 32 negara dengan jumlah total 16 ribu responden dan 503 netizen dari Indonesia ini menunjukkan, berdasarkan kualifikasi usia, kelompok millennial (1980-1995) menjadi kelompok yang paling sering menjadi sasaran bullying di media sosial dengan presentase mencapai 54 persen.
Kemudian, disusul oleh Generasi Z (1997-2000) sebanyak 47 persen , generasi X (1965-1980) 39 persen, dan baby boomers (1946-1964) 18 persen.
JaWAra Internet Sehat 2022 Iwan Ridwan mengungkapkan, apabila kita asal berkomentar di media sosial, dapat dikatakan bahwa kita termasuk juga pelaku perundungan sosial.
Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, Ridwan mengungkapkan sejumlah etika dalam berpendapat di media sosial.
Di antaranya yaitu menggunakan salam atau ungkapan saat memulai dan mengakhiri interaksi. Termasuk juga, memahami konteks saat berinteraksi.
Baca Juga : Tips Jaga Keamanan Ketika Terjun di Dunia Maya
“Berpendapat adalah hak setiap warga negara. Namun kebebasan itu bukan untuk disalahgunakan yang berujung pada kerugian materi, psikis, ataupun hilangnya nyawa seseorang,” pesan Ridwan, dalam webinar “Menjadi Generasi Cerdas dan Bijak Menggunakan Media Sosial”, Jumat (19/8), di Makassar, Sulawesi Selatan yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.
Senada, Andi Muh Fadli selaku Dosen Komunikasi UIN Alauddin Makassar. mengungkapkan cara menggunakan media sosial dengan positif dan kreatif. Salah satunya, dengan menemukan tujuan dalam menggunakan media sosial tersebut.
Sehingga bisa menjadi penyaring unutk tidak berlebihan dalam bermain media sosial. Andi menjelaskan, kebiasaan aktivitas bermedia sosial akan berjalan dengan lebih baik jika pengguna meningkatkan pemahaman mengenai literasi digital.
“Biasa kita dengar dari pegiat literasi bahwa pikirkan sebelum mengetik sesuatu, apakah itu betul, apakah itu membantu, apakah itu menginspirasi, apakah itu penting, dan apakah itu bijak. Kalau tidak memenuhi standar itu mending diem aja,” tutur Andi.
Menurut pendapatnya, lebih baik kita mengisi waktu kita di dunia maya dengan menonton, atau membaca, ketimbang terpancing dalam perundungan.
Hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif.
Kegiatan ini khususnya diperuntukkan bagi para komunitas di wilayah Sulawesi dan sekitarnya.
Kegiatan ini, tidak hanya bertujuan guna menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif dan kreatif di era industri 4.0.
Baca Juga : Dugaan Data Intelijen BIN dan Polri Bocor dan Tersebar di Dunia Maya
Sumber : Republika.co.id| Editor : Salma Hasna