NetizenWatch.com – Tren doom spending kini tengah melanda kalangan milenial dan Gen Z di berbagai belahan dunia. Fenomena ini muncul sebagai bentuk pelarian dari tekanan ekonomi dan ketidakpastian masa depan. Doom spending terjadi ketika seseorang melakukan pembelian impulsif dan tanpa perencanaan sebagai cara untuk mengurangi stres akibat pesimisme terhadap kondisi ekonomi.
Menurut Profesor Bruce Y. Lee dari City University of New York dalam Psychology Today, doom spending dipicu oleh situasi global yang penuh tekanan seperti kekacauan politik di Amerika Serikat, krisis iklim, serta tantangan ekonomi lainnya. Meski fenomena ini menonjol di AS, perilaku serupa juga terlihat di negara-negara lain.
Pengaruh Global Fenomena Doom Spending
Stefania Troncoso Fernández, seorang perempuan berusia 28 tahun dari Kolombia, mengaku telah pulih dari kebiasaan borosnya. Namun, inflasi yang tinggi dan ketidakpastian politik membuat sulit baginya untuk mengelola keuangan dengan bijak. Fernández mengungkapkan bahwa kenaikan harga makanan telah mengubah pola konsumsi keluarganya, membuat mereka tak lagi bisa makan dengan cara yang sama seperti tahun sebelumnya.
“Dua tahun lalu, saya sering menghabiskan uang untuk pakaian dan perjalanan, meskipun penghasilan saya saat itu lebih kecil. Rasanya seperti tidak mungkin bisa membeli rumah,” ujar Fernández. Ia menambahkan bahwa ketidakmampuan pemerintah untuk menawarkan program pembiayaan perumahan yang terjangkau telah memperburuk situasi ekonomi.
Generasi yang Menjadi Korban Ketidakpastian Finansial
Survei Keamanan Finansial Your Money CNBC International mengungkapkan bahwa hanya 36,5% orang dewasa di dunia merasa kondisi finansial mereka lebih baik daripada orang tua mereka. Sebaliknya, 42,8% merasa bahwa mereka secara finansial lebih buruk. Ylva Baeckström, dosen senior keuangan di King’s Business School, menyebut generasi saat ini sebagai generasi pertama yang berpotensi lebih miskin dibandingkan orang tua mereka.
“Perasaan bahwa Anda mungkin tidak akan pernah mencapai apa yang dicapai orang tua menciptakan ilusi kendali melalui doom spending. Namun, hal ini justru merusak kendali atas masa depan karena uang yang seharusnya disimpan atau diinvestasikan malah habis untuk konsumsi jangka pendek,” ungkap Baeckström.
Mengatasi Doom Spending: Menata Hubungan dengan Uang
Baeckström menekankan pentingnya memahami hubungan kita dengan uang sebagai langkah awal untuk mengatasi perilaku belanja yang tidak sehat. Ia mengibaratkan hubungan dengan uang seperti hubungan antar manusia, yang dipengaruhi oleh latar belakang masa kecil dan cara seseorang dibesarkan.
“Sikap terhadap uang bisa terbentuk dari bagaimana keluarga mengelola keuangan dan siapa yang memegang kendali di dalamnya,” jelasnya.
Sementara itu, Samantha Rosenberg, COO dari platform keuangan Belong, menyarankan untuk membuat pengalaman belanja lebih nyata dan sulit. Hal ini bisa membantu orang berpikir dua kali sebelum melakukan pembelian impulsif. Selain itu, ia juga merekomendasikan penggunaan uang tunai dibandingkan metode pembayaran digital, yang kerap kali mempermudah perilaku belanja tanpa kendali.
“Membayar dengan uang tunai menciptakan keterlibatan emosional yang lebih besar dalam proses membeli. Metode pembayaran digital cenderung menghapus rasa sakit saat menyerahkan uang,” tutup Rosenberg.
Baca Juga : Rapper P Diddy Ditangkap dalam Kasus Perdagangan Seks, Karier dan Kekayaan di Ujung Tanduk
Dapatkan informasi terupdate berita polpuler harian dari NetizenWatch.com. Untuk kerjasama lainya bisa kontak email tau sosial media kami lainnya.