Praktik pungli dan premanisme di pelabuhan termasuk Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara belum pernah tuntas. Kalangan pengusaha menanggapi bahwa persoalan ini sudah kronis yang sudah mendarah daging belum juga diselesaikan pemerintah. Untuk kesekian kali Presiden Jokowi geram soal yang satu ini. Apakabar Satgas Saber Pungli ? Kapolri bahkan ditegur presiden untuk segera atasi pungli dan premanisme.
Jakarta – (12/06/2021). “Pak Kapolri selamat pagi. Enggak, ini saya di Tanjung Priok, banyak keluhan dari para driver kontainer yang berkaitan dengan pungutan liar di Fortune, di NPCT 1, kemudian di Depo Dwipa. Pertama itu. Yang kedua, juga kalau pas macet itu banyak driver yang dipalak preman-preman. Keluhan-keluhan ini tolong bisa diselesaikan. Itu saja Kapolri,” ucap Presiden Jokowi via telepon yang ditayangkan di akun medsos Kepresidenan maupun Humas Polri. Singkat, padat, tegas. Itu adalah kode keras agar masalah ini cepat diatasi. Keluhan supir, kontainer, berarti masalah besar bagi ekonomi nasional baik langsung maupun tidak langsung. Sangat menyedihkan, prihatin dan mengecewakan bagi kita semua melihat aksi ini. Seakan negara ini kalah dengan aksi premanisme yang menyengsarakan.
Pemerintah di bawah pemerintahan Presiden Jokowi sempat berupaya memberantas upaya praktik pungli di segala bidang, dengan membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli). Pada 20 Oktober 2016, Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang disebut Satgas Saber Pungli yang berkedudukan langsung di bawah tanggung jawab Presiden. Berdasarkan Peraturan Presiden tersebut, Satgas Saber Pungli mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana-prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. “Saya ingatkan agar semuanya hati-hati. Layani dengan baik, layani dengan cepat karena yang namanya saber pungli itu bekerja!”, ujar Joko Widodo dikutip dari siaran pers resmi istana pada Jumat 17 Maret 2017.
Masalah Lama
“Masalah pungli dan preman kan masalah lama, dan dulu Pak Jokowi sudah membentuk Satgas pungli pada periode pertamanya, ternyata tidak berjalan,” kata Anggota Dewan Pembina Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Ilham Masita.
Menurut Zaldy pemberantasan pungli ini sudah masuk dalam program lama Kementerian Perhubungan, tapi program ini belum terlaksana dengan baik. Terbukti praktik pungli masih ada di pelabuhan termasuk di Pelabuhan Tanjung Priok, berdasarkan pengakuan dari para sopir truk.
Zaldy menjelaskan kondisi ini menyusahkan bagi sopir truk, karena harus menanggung beban biaya dari preman sehingga membuat ekonomi biaya tinggi. Namun pelaku usaha terkadang sulit untuk melakukan penggantian uang pungli, karena tidak ada bukti pembayaran.
“Dari pemilik truk tidak bisa mengganti biaya pungli karena memang tidak ada bukti pengeluaran, namanya juga pungutan liar,” jelasnya.
Kelompok Satuan Kerja Intelijen Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) sudah berupaya memberantas praktik pungutan liar pada sentra pelayanan publik, termasuk pelabuhan. Namun dari publikasi dalam websitenya, saberpungli.id, belum ada kasus baru mengenai pemberantasan pungli di Tanjung Priok. Baru Jumat 11 Juni 2021 ini Presiden langsung diskusi dengan para pengemudi truk kontainer dan ternyata masalah pungli dan premanisne ini masih berlangsung. Belum ada tindakan lagi, dan satgas Saber Pungli masih terus melakukan sosialisasi.
Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) berharap Unit Pemberantasan Pungli (UPP) menindak tegas oknum aparat penyelenggara negara/pegawai negeri dan masyarakat yang terlibat dalam praktik pungli. Demikian ditegaskan Sekretaris Satgas Saber Pungli, Inspektur Jenderal Polisi Agung Makbul, di Manado, Kamis (10/6). Saat ini UPP ada di semua provinsi di Indonesia hingga kabupaten dan kota. UPP merupakan kepanjangan tangan Satgas Saber Pungli dalam upaya menyapu bersih praktik pungli pada sentra-sentra pelayanan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
Dia ingatkan bahwa Satgas Saber Pungli mempunyai kewenangan untuk memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga dan kepala pemerintahan daerah memberikan sanksi kepada pelaku pungli. Hal ini diatur dalam Pasal 4 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satgas Saber Pungli, jelasnya saat sosialisasi Perpres ini di Manado, Sulawesi Utara. Dia paparkan bahwa ada dua batasan pungli menurut Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Berdasarkan Pasal 368: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan/ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya/sebagian adalah milik orang lain, supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.”
Adapun pada Pasal 423 disebutkan: “Pegawai negeri yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri/orang lain, secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa orang lain untuk menyerahkan sesuatu, melakukan suatu pembayaran, melakukan pemotongan terhadap suatu pembayaran, melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 6 tahun. Makbul lebih lanjut memaparkan bahwa Satgas Saber Pungli bertugas memberantas pungli secara efektif dan efisien. Tugas ini dilaksanakan dengan mengoptimalkan pemanfaatan personel, satuan kerja, dan sarana prasarana di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Tugas ini dilaksanakan dengan menyelenggarakan fungsi intelijen, pencegahan, penindakan, dan yustisi.
Berbagai Kasus
Beberapa kasus pungli yang terjadi di pelayaran seperti, pada tahun 2016 di pelabuhan Merak, Banten menangkap lima pegawai Kantor Syahbandara dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). Terjerat operasi tangkap tangan pungli pengurusan sertifikat kapal dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 175 ribu menjadi Rp 1,5 juta. Pungli di Pelabuhan Samarinda, Kaltim. tahun 2017. Pungli diduga terjadi pada Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Komura, dengan barang bukti uang tunai Rp. 6,1 miliar dan dokumen terkait. Tahun 2018 OTT membekuk oknum pegawai KSOP Kelas I Bitung. Operasi itu terkait dugaan pungli perizinan dengan barang bukti sebesar Rp. 102,8 juta dan $US 720. Dua tahun kemudian, 2020 OTT menjerat sembilan orang pelaku pungli di Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumbar. Orang-orang tersebut kedapatan melakukan pungli.
Persoalan pungli dan preman mencuat lagi setelah Presiden Joko Widodo melakukan dialog dengan supir truk di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, 10 Juni 2021. Diungkapkan praktik premanisme terjadi saat keadaan jalan sedang macet. Dimana preman naik ke atas truk menodongkan celurit kepada supir untuk dimintai uang. Adapun pungli terjadi di sejumlah depo. Pengemudi truk dimintai uang Rp 5.000 – Rp 15.000 supaya bongkar muat bisa lebih dipercepat pengerjaanya. Jika tidak dibayar akan diperlambat. Saat itu presiden langsung, menelpon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindak praktik premanisme dan pungli di Tanjung Priok, dan waktu singkat puluhan orang diduga terkait premanisme langsung ditangkap Polres Jakarta Utara.
Belasan sopir kontainer tampak duduk rapi di satu sudut, di antara kontainer yang bertumpuk di perbatasan Dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas Koja, Kamis (10/6/2021). Mereka menanti kedatangan Presiden Jokowi yang hendak berdialog dengan mereka. Jokowi sendiri memang sengaja menyempatkan diri bertemu dengan para sopir untuk mendengar langsung keluhan yang mereka alami. Agung Kurniawan, seorang sopir kontainer lantas mengacungkan tangan dan menyampaikan keluh kesahnya selama menjadi sopir kontainer. Pria kelahiran Ngawi, 38 tahun silam ini menjelaskan bahwa para sopir kontainer kerap menjadi sasaran tindak premanisme. “Begitu keadaan macet, itu di depannya ada yang dinaiki mobilnya, naik ke atas mobil bawa celurit atau nodong begitu, itu enggak ada yang berani menolong, Pak. Padahal itu depan, belakang, samping, kanan itu kan kendaraan semua, dan itu orang semua, dan itu sangat memprihatinkan,” ujar Agung.
Hal ini diamini oleh rekannya sesama sopir kontainer, Abdul Hakim, yang menyebut bahwa kemacetan merupakan penyebab para preman bisa leluasa menjalankan aksinya. “Kalau mungkin lancar, ini mungkin tidak ada, Pak. Jadi ini kendala kita ini kemacetan aslinya, Pak. Jadi kami mohon kepada Bapak Presiden, bagaimana solusi ini ke depannya. Karena kami, Pak sakit hati sebenarnya, kalau dibilang sakit hati. Saya kira begitu. Tidak ada kenyamanan untuk kami, sopir-sopir yang mengemudi di Tanjung Priok,” keluhnya. Selain soal premanisme, Abdul Hakim juga menceritakan soal banyaknya pungutan liar di sejumlah depo. Depo sendiri adalah tempat meletakkan kontainer yang sudah dipakai atau mengambil kontainer yang akan dipakai shipping line. Menurutnya, para karyawan depo sering meminta imbalan berupa uang tip agar laporannya bisa diproses segera.
“Mereka itu meminta imbalan lah, kalau enggak dikasih kadang diperlambat. Itu memang benar-benar, seperti Fortune, Dwipa, hampir semua depo rata-rata. Itu Pak. Yang sekarang itu yang saya perhatikan itu yang agak-agak bersih cuma namanya Depo Seacon dan Depo Puninar, agak bersih sedikit. Lainnya hampir rata-rata ada pungli, Pak,” beber pria berusia 43 tahun tersebut. “Jadi contoh, Pak. Kita kan bawa kontainer nih, kosongan lah atau pun mau ambil (dalam keadaan) kosongan. Nah, kita laporan, kan. Diambillah. Itu harus ada uang tip, ia bilang ‘Boleh, ya?’ atau lima ribu. Paling kadang-kadang lima belas ribu, ada yang dua puluh ribu. Itu, kalau enggak dikasih, ya masih dikerjakan cuma diperlambat. Alasannya, ‘Yang sana dulu, yang ada duitnya’ katakan saya begitu, tapi kalau mereka itu enggak mau ngomong, Pak. Jadi begitu kira-kira, Pak pungli di dalam depo itu, Pak,” ungkapnya.
Mendengar cerita para sopir kontainer, Jokowi lantas memanggil ajudannya, Kolonel Pnb. Abdul Haris. Rupanya, kepala negara meminta ia menghubungi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui telepon. Instruksi tersebut langsung ditindaklanjuti. Kapores Metro Jakarta Utara Kombes Guruh Arif Darmawan mengatakan setidaknya aparat kepolisian berhasil meringkus 24 orang terduga pelaku pungli yang diamankan di dua lokasi berbeda. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko beberapa waktu lalu mengaku masih menemukan adanya praktik suap dan pungutan liar pada layanan publik, kendati pemerintah telah meluncurkan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. “Masih terjadi suap dan pungli dalam perizinan dan layanan publik, serta belum baiknya integritas sebagian oknum penegak hukum,” kata Moeldoko. Bahkan, praktik pungutan liar beberapa waktu terungkap dalam proses penyaluran bantuan Covid-19. Hal ini terungkap dari pemantauan yang dilakukan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Berdasarkan hasil pemantauan ICW terhadap proses distribusi bansos menunjukkan terjadinya dugaan penyimpangan tersebut di 13 daerah. Dari 239 aduan yang masuk, pungutan liar sebesar Rp 10 ribu hingga Rp 300 ribu menjadi kasus terbanyak dengan persentase 19,25%. DKI Jakarta, bahkan disebut menjadi daerah dengan rapor terburuk dengan total 41 aduan atau terbanyak dibandingkan negara lain. Bahkan ironisnya, penyimpangan diduga dilakukan oleh oknum di level RT/RW yang notabene paling tahu kondisi warga yang terdampak pandemi. Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat mengaku telah menerima laporan tersebut. Tak hanya itu, pihaknya juga sudah melakukan investigasi hingga dan bahkan menjatuhkan sanksi ke pelakunya. “Bansos sembako dipastikan bisa sampai harusnya cuma kalau sudah lewat RT/RW. Nah, ini kemungkinan ada oknum RT/RW yang membagikan tidak sama rata atau mendistribusikan tidak amanah,” jelasnya. Menelisik ke belakang, persoalan pungli sudah menjadi perhatian Jokowi dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, persoalan ini kerap digaungkan dalam setiap acara rapat koordinasi antar daerah.
Pada 2016 misalnya, Jokowi sempat melontarkan kekesalannya di depan para kepala daerah. Kepala negara mengaku jengkel lantaran kasus pungutan liar dan sulitnya perizinan masih marak terjadi. “Keluhan soal pungli masih banyak ke saya. Ini persoalan yang harus diselesaikan. Pungli telah membuat masyarakat kita susah untuk mengurus sesuatu,” katanya kala itu. Jokowi meminta kepada kepala daerah agar tidak melihat kasus pungli dari besaran pungutannya. Menurutnya, berapapun pungutannya, tindakan tersebut harus dibasmi hingga ke akarnya. “Apapun yang berkaitan dengan pungutan tidak resmi, mulai kurangi dan hilangkan. Kalau kita bersatu padu, operasi Saber Pungli bisa efektif,” jelasnya. Satu tahun kemudian, Jokowi kembali dibuat geram lantaran masih adanya praktik pungli. Jokowi angkat bicara perihal Operasi Tangkap Tangan (OTT) Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Samudra Sejahtera di Samarinda.
“Kita melihat Rp 6,1 miliar itu adalah angka yang besar dan pasti itu sudah dilihat lama. Itu yang ketahuan lho ya. Hati-hati saya ingatkan,” tegasnya. Jokowi kemudian mengingatkan seluruh instansi pemerintah untuk tetap menjaga kualitas layanan publik tetap baik. Praktik tersebut, kata dia, diharapkan bisa ditindak tegas. “Saya ingatkan semuanya hati-hati, layani dengan baik, layani dengan cepat karena yang namanya sapu bersih pungli itu bekerja,” katanya. Terakhir di 2019, Jokowi kembali menggaungkan persoalan praktik pungli. Kali ini, Jokowi bahkan mengeluarkan sikap yang tegas dengan menyatakan siap “menghajar’ habis para pelaku pungli. “Hati-hati, ke depan saya pastikan akan saya kejar, saya kontrol, saya cek dan saya hajar kalau diperlukan,” tegasnya.
Polri Jadi Andalan
Statemen yang jelas dan tegas dari Presiden Jokowi. Maka dari itu tak ada alasan untuk menunda penindakan. Meski telah dibentuk Satgas Saber Pungli yang berbiaya besar dan langsung bertanggung jawab kepada Presiden, tampaknya belum terasa efektivitasnya. Terbukti dengan kerjadian di Tanjung Priok, Presiden tetap menelepon Kapolri untuk tindakan segera dan bukan kepala Satgas Saber Pungli. Tetap yang jadi ujung tombak penindakan pungli dan premanisme adalah Polri. Maka dengan segenap kewenangan yang ada, sudah seharusnya Polri mampu memberantas pungli dan premanisme.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menyatakan Polda Metro Jaya mengamankan 49 orang diduga melakukan praktik pungutan liar (pungli) di wilayah Tanjung Priok, Jakarta Utara. Modus yang dilakukan para preman tersebut adalah meminta uang tips kepada supir kontainer sebesar Rp10 ribu hingga Rp20 ribu. Argo menjelaskan, 49 orang terduga pungli tersebut diamankan jajaran Polda Metro Jaya setelah Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menerima telepon dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kamis (10/6).
Polri, kata Argo, saat ini fokus terhadap praktik pemberantasan premanisme yang terjadi di tengah masyarakat. “Jadi kemarin (Kamis10/6) Bapak Presiden sempat ada di Tanjung Priok kemudian sempat mengadakan dialog di sana, dan ternyata ada keresahan yang disampaikan oleh supir kontainer,” kata Argo kata Argo. Keluhan para supir kontainer tersebut, lanjut Argo, adalah soal pungutan liar (pungli). Lalu, Presiden langsung menghubungi Kapolri untuk menindaklanjuti keluhan tersebut. Argo menyebutkan, Asop Kapolri langsung memberikan instruksi dan arahan kepada seluruh jajaran Polri di Indonesia untuk melakukan operasi penindakan terhadap premanisme.
“Ini menjadi tugas pokok Polri, kita juga sudah mengirimkan surat ke Polda-Polda, Polda Jawa Timur juga nanti akan terima suratnya langsung bertindak,” tegas Argo. Argo pun berpesan agar polisi bisa menindak tegas praktik premanisme, hal ini supaya praktik premanisme tidak berkembang begitu saja. Polda-Polda di seluruh daerah diharapkan bisa berperan memberantas premanisme karena tidak menutup kemungkinan hampir di seluruh daerah di Indonesia juga ada praktik premanisme. “Tidak hanya pelabuhan saja tapi di tempat lain yang memang terjadi pemerasan ataupun pungli seperti itu akan kita lakukan penindakan,” kata Argo.
Ancaman Pidana
Dikutip dari Klinik Hukumonline berjudul “Pasal untuk Menjerat Preman yang Melakukan Pemalakan”, preman di pelabuhan yang tidak ada kaitan resminya dengan operasional Pelabuhan dan melakukan pungli dengan cara-cara kekerasan atau paksa, maka preman tersebut dapat dijerat dengan pasal pemerasan dan ancaman yang diatur dalam Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut menyatakan, “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.” R. Soesilo (hal. 256) dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa kejadian ini dinamakan “pemerasan dengan kekerasan”. Pemeras itu pekerjaannya: 1. Memaksa orang lain; 2. Untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan piutang; 3. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak; 4. Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan.
Yang dimaksud dengan memaksa adalah melakukan tekanan pada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kejendak sendiri. Memaksa orang lain untuk menyerahkan barangnya sendiri itu masuk pula pemerasan. Sedangkan yang dimaksud dengan melawan hak adalah melawan hukum, tidak berhak atau bertentangan dengan hukum. Sebagai contoh kasus, sebagaimana diberitakan dalam artikel 48 Preman Ditetapkan Tersangka Pemalakan di laman Lampung Post, polisi menetapkan status tersangka terhadap dua dari 48 preman yang melakukan pemalakan terhadap pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Pasar Tanah Abang. Kedua tersangka yang berprofesi sebagai sekuriti dituduh Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dan kini harus meringkuk di ruang tahanan Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Sebagai contoh lain dapat kita temukan juga dalam Putusan Pengadilan Negeri klas I A Bandung No: 915/PID.B/2014/PN.BDG.Terdakwa dikenal sebagai preman dan tukang parkir. Ketika itu terdakwa dengan paksa meminta uang kepada saksi korban sebanyak Rp20.000.- (dua puluh ribu rupiah) namun oleh saksi korban hanya diberikan sebanyak Rp.10.000.- (sepuluh ribu rupiah). Karena permintaan terdakwa tidak dikabulkan seluruhnya oleh saksi korban, maka terdakwa marah-marah dan mengajaknya untuk berkelahi. Terdakwa langsung meninju korban beberapa kali ke bagian kepala sehingga korban berusaha menangkisnya sampai akhirnya datang orang ramai untuk melerainya.
Berdasarkan pemeriksaan di pengadilan, perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP. Atas hal tersebut, Hakim memutuskan terdakwa telah terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemerasan dan menjatuhkan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan.
Ekonomi Biaya Tinggi
Pungutan liar atau pungli mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, menghambat pembangunan, merugikan masyarakat, dan menurunkan wibawa pemerintah di mata masyarakat. Demikian ditegaskan Ketua Pelaksana Satugas Tugas Sapu Bersih Pungli (Satgas Saber Pungli), Komisaris Jenderal Polisi Agung Budi Maryoto. Penegasan itu disampaikan dalam sambutan tertulisnya pada sosialisasi Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satgas Saber Pungli. Sosialisasi berlangsung di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur baru-baru ini.
Sambutan Kasatgas itu disampaikan Kepala Bidang Administrasi Satgas Saber Pungli, Brigjen TNI (Mar.) Edy Jatmiko. Menurut Kasatgas, dalam perspektif tindak pidana korupsi, pungli adalah perbuatan yang dilakukan seseorang atau pegawai negeri atau pejabat dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang. Permintaan pembayaran itu tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut. Karena itu, Pemerintah bertekad memberantas pungli dilaksanakan secara efektif. Untuk itu, Presiden mengeluarkan Keppres Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satgas Saber Pungli. Pemerintah menimbang praktik pungli telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kasatgas mengakui memberantas pungli di semua sektor merupakan tantangan besar. Itu sebabnya diperlukan inovasi, satu di antaranya dengan mengimplementasikan model kota tanpa pungli, jelas Agung yang juga Inspektur Pengawasan Umum Kepolisian Republik Indonesia. Mengimplementasikan model kota tanpa pungli dengan lima parameter, yaitu sumber daya manusia, operasional, sarana dan prasarana, penganggaran, serta inovasi dan kreasi. Kota atau kabupaten tanpa pungli harus telah mendapat predikat wilayah bebas korupsi dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, jelasnya.
Diakui bahwa saat ini masih terdapat praktik pungli pada sentra pelayanan publik pada pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota). Kasatgas berharap UPP daerah dapat memberdayakan perannya untuk mengatasi praktik pungli ini. UPP diharapkan dapat lebih mengaktifkan fungsi kelompok kerja intelijen, pencegahan, serta penindakan dan yustisi. Kasatgas menegaskan perlu kerja sama dan partisipasi aktif jajaran UPP dan segenap pegawai dalam pelayanan publik agar pemberantasan pungli dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. (Saf).