Jakarta – Pemerintah mempersilakan masyarakat untuk menyampaikan kritik yang keras dan terbuka agar arah pembangunan lebih terarah. Namun pemerintah diminta untuk memberikan jaminan terhadap proses penyampaian kritik tersebut.
“Supaya benar-benar dipercaya, ada jaminan, itu harus diikuti oleh kebijakan (policy), kalau hanya pernyataan saja belum kuat,” kata founder lembaga pemantau media sosial, Drone Emprit, Ismail Fahmi saat dihubungi, Selasa (9/2/2021).
“Misalnya, kalau pemerintah tidak lagi menggunakan buzzer, setop. Di-declare (dinyatakan) tidak lagi menggunakan (buzzer),” imbuhnya.
Pakar media sosial ini mengapresiasi kesediaan pemerintah Jokowi untuk dikritik. Namun dia meminta ada mekanisme yang baik untuk menyampaikan kritik tersebut.
“Saya appreciate it (mengapresiasi) sih sebenarnya, itu pernyataan yang bagus. Bahwa pemerintah mau mendengar. Tapi itu belum kuat buat publik. Mekanismenya gimana? Kalau di DKI Jakarta, misalnya, ada Qlue dan JAKI, silakan lapor lewat itu. Kalau zaman dulu juga ada lapor.go.id,” tuturnya.
Selain itu, menurut pantauan Drone Emprit, buzzer yang kerap direpresentasikan sebagai pendukung pemerintah masih ada. Beberapa di antaranya tampak dalam isu bencana banjir.
“Masih ada buzzer ini. Terakhir yang gede itu Permadi Arya. Banjir ini juga ada, tapi tidak sebesar sebelum-sebelumnya,” ungkapnya.