Jakarta – Kasus hubungan sedarah yang meresahkan masyarakat Indonesia terkuak dengan tertangkapnya enam pelaku yang terlibat dalam tindak pidana distribusi dokumen dan informasi elektronik bermuatan pornografi dan eksploitasi anak di media sosial. Tindakan cepat Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dan penegakan hukum yang tegas dari Bareskrim Polri sukses mempertontonkan dedikasi tanpa henti dalam memberantas kejahatan siber, khususnya yang berkaitan dengan eksploitasi seksual anak di media sosial.
Kepolisian berhasil mengidentifikasi dan menangkap enam tersangka terkait pengungkapan kasus inses yang terkait dengan grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ dan ‘Suka Duka’, dimana para pelaku diancam hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara.
Brigjen Himawan Bayu Aji dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menyatakan bahwa, “Keenam tersangka diancam dengan hukuman pidana penjara 15 tahun dan denda maksimal Rp6 miliar rupiah.” Hal ini ditujukan untuk penegakan hukum pornografi dan sebagai peringatan keras bagi pelaku aktivitas serupa di media sosial.
Para tersangka, dengan incaran polisi terhadap penyalahgunaan media sosial yang berujung pada pelanggaran Undang-Undang ITE, telah terbukti memanfaatkan ruang digital untuk praktik asusila yang meresahkan. Tersangka MR, yang teridentifikasi sebagai admin grup ‘Fantasi Sedarah’, dibekuk petugas dengan alasan mendirikan grup untuk “kepuasan pribadi dan berbagi konten dengan member lain.”
Tindakan ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPA), Kawiyan, yang menekankan pentingnya pencegahan dan pencarian korban eploitasi seksual anak. “Dengan menangkap pelakunya, polisi bersama Kementerian Perlindungan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) diharapkan bisa melacak ‘korban anak’ untuk secepatnya dipisahkan dari orang tua yang merupakan pelaku,” tutur Kawiyan.
Pengungkapan ini juga menunjukkan kerjasama erat antara Bareskrim Polri dengan META – perusahaan induk Facebook – yang telah memblokir puluhan situs dengan konten serupa sebagai bagian dari implementasi PP Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).
Selanjutnya, dalam rangka perlindungan korban inses, penyidik akhirnya berhasil mengidentifikasi korban dari ulah para tersangka. Upaya memberikan dukungan psikologis kepada korban mendapat dukungan full dari Kementrian Perlindungan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, agar para korban bisa segera memperoleh rehabilitasi yang layak dan perlindungan hukum yang maksimal.
Kasus ini membuka mata publik terhadap bahaya laten yang dihadirkan oleh penyalahgunaan platform digital, dengan kejahatan siber terhadap anak yang kerap terlindungi oleh anonimitas dan kelompok tertutup. Polisi menegaskan akan terus berupaya mengembangkan penyelidikan dan memblokir akun serupa yang mengandung konten asusila dan pornografi di media sosial. Kejadian ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat agar lebih waspada dan proaktif melaporkan praktik serupa pada otoritas terkait.
Dengan kasus ini menjadi viral di kalangan netizen, setiap individu diharapkan berperan aktif dalam membangun lingkungan digital yang aman, sehat, dan tidak membiarkan ruang digital menjadi sarana eksploitasi seksual, khususnya terhadap anak-anak yang tidak berdaya.
Bareskrim Polri, di bantu dukungan tanpa lelah dari institusi hukum negara, telah menunjukkan komitmen yang tidak goyah dalam mencegah kriminalitas di ruang siber dan mengedepankan keadilan bagi para korban, terutama anak-anak yang menjadi korban eksploitasi dan inconclusivity keluarga.