Jakarta – Komika Pandji Pragiwaksono tengah menghadapi sorotan publik usai lawakannya dinilai melecehkan budaya masyarakat Toraja. Dalam potongan video yang viral di media sosial, Pandji membawakan materi stand up comedy yang menyinggung upacara adat Rambu Solo’, tradisi pemakaman khas Toraja.
Candaan tersebut menyebut bahwa banyak warga Toraja jatuh miskin karena pesta pemakaman yang mewah. Selain itu, Pandji juga menggambarkan kebiasaan masyarakat yang menyimpan jenazah di rumah dengan cara yang dinilai tidak pantas.
Akibatnya, video tersebut menuai kritik keras dari warga Toraja dan dianggap menistakan adat serta nilai budaya yang dijunjung tinggi.
Reaksi Masyarakat Toraja
Unggahan video Pandji langsung menuai respons luas. Perhimpunan Masyarakat Toraja Indonesia (PMTI) menganggap lawakan itu tidak etis dan telah melewati batas kebebasan berekspresi.
“Kami merasa terhina. Candaan itu menyinggung harga diri dan martabat masyarakat Toraja,” ujar salah satu perwakilan PMTI.
Mereka meminta Pandji untuk memberikan permintaan maaf terbuka kepada masyarakat Toraja dan memperbaiki kesalahannya. Selain itu, PMTI juga menekankan pentingnya edukasi budaya agar publik figur lebih berhati-hati dalam mengangkat tema adat di ruang publik.
Dilaporkan ke Mabes Polri
Kasus ini tidak berhenti di media sosial. Pada 3 November 2025, sekelompok pemuda yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Toraja resmi melaporkan Pandji ke Bareskrim Polri.
Laporan tersebut diajukan atas dugaan penghinaan terhadap suku dan budaya yang masuk dalam kategori pelanggaran SARA. Pelapor menilai Pandji tidak menunjukkan itikad baik untuk meminta maaf sebelum laporan dibuat.
Proses hukum kini masih berjalan, dan pihak kepolisian tengah memeriksa bukti-bukti video serta keterangan saksi.
Klarifikasi dan Permintaan Maaf Pandji Pragiwaksono
Setelah kasus ini menjadi viral, Pandji akhirnya mengunggah permintaan maaf melalui media sosialnya.
Ia mengakui bahwa materi lawakannya tidak sensitif terhadap nilai budaya dan bisa disalahartikan oleh publik.
“Saya meminta maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Toraja. Tidak ada niat untuk menghina atau merendahkan budaya mana pun,” tulis Pandji di akun resminya.
Pandji juga berjanji akan lebih berhati-hati dalam membuat materi komedi ke depan, terutama yang berkaitan dengan suku, agama, atau budaya lokal.
Respons Publik dan Pelajaran Penting
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi publik figur dan pelaku seni. Kebebasan berekspresi tetap memiliki batas, terutama ketika menyangkut nilai budaya dan identitas masyarakat.
Budaya merupakan warisan bangsa yang harus dihormati. Karena itu, komedian dan kreator konten perlu memahami konteks sosial sebelum menjadikan tradisi tertentu sebagai bahan hiburan.
Kasus Pandji Pragiwaksono vs masyarakat Toraja juga membuka diskusi lebih luas tentang etika dalam dunia komedi di era digital, di mana setiap ucapan bisa dengan mudah viral dan berdampak besar.
Kasus yang melibatkan Pandji Pragiwaksono menunjukkan bahwa sensitivitas terhadap budaya lokal sangat penting di dunia hiburan.
Humor memang bagian dari kebebasan berekspresi, tetapi tetap harus menjaga rasa hormat terhadap keberagaman budaya Indonesia.
Melalui kasus ini, diharapkan publik figur dapat lebih bijak dalam berkarya, serta menjadikan perbedaan budaya sebagai jembatan persatuan, bukan bahan ejekan.




