SHARM EL SHEIKH – Presiden Donald Trump muncul sebagai arsitek utama perjanjian damai Gaza. Ia menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Global di Mesir pada Senin (13/10/2025). Trump menyerukan dimulainya lembaran baru di Timur Tengah.
KTT ini menjadi penanda resminya gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Lebih dari 20 pemimpin dunia hadir. Presiden Indonesia Prabowo Subianto juga turut menyaksikan momen penting ini.
Fokus Trump: Menang di Perang, Menang di Perdamaian
Trump sebelumnya mengunjungi Israel. Di sana, ia disambut bak pahlawan. Oleh sebab itu, ia membawa optimisme tinggi ke KTT Mesir.
“Kalian telah menang,” kata Trump kepada parlemen Israel. Lalu, ia meminta kemenangan itu diterjemahkan menjadi perdamaian.
Di Mesir, Trump dan tiga pemimpin kunci (Presiden Mesir, Presiden Turki, dan Emir Qatar) menandatangani sebuah dokumen awal. Dokumen tersebut menjadi dasar masa depan Gaza. Meskipun begitu, rincian dokumen itu masih dirahasiakan.
Fase Gencatan Senjata dan Isu Kemanusiaan
Perjanjian damai ini segera diimplementasikan. Tahap awalnya fokus pada isu kemanusiaan dan pertukaran tawanan.
Pertama, pembebasan sisa sandera Israel oleh Hamas. Kedua, pembebasan ribuan tahanan Palestina oleh Israel.
Selain itu, ada janji penting lain. Israel harus membuka lima pos lintas batas. Ini dilakukan untuk mempermudah arus makanan dan bantuan. Pasalnya, kondisi dua juta penduduk Gaza sangat sulit.
Sekitar 200 tentara AS juga akan membantu pemantauan. Mereka bekerja sama dengan negara mitra untuk memastikan gencatan senjata berjalan lancar.
Tantangan Berat yang Harus Diatasi
Namun, optimisme Trump dibayangi realitas pahit. Perang telah usai, tetapi masalah Gaza belum selesai.
Contohnya, belum ada kesepakatan siapa yang akan memimpin Gaza selanjutnya. Sama pentingnya, masalah rekonstruksi wilayah juga menjadi beban besar. Trump menyebut Gaza kini seperti “kawasan reruntuhan”.
Pengamat menilai, keberhasilan jangka panjang bergantung pada komitmen penuh semua pihak. Peran AS sebagai penengah dan penjamin akan menjadi sangat krusial. Jika isu ini gagal diatasi, konflik berpotensi meletus kembali.